Ketika mendengar kata Idul Fitri, tentu dalam benak setiap
orang yang ada adalah kebahagiaan dan kemenangan. Dimana pada hari itu, semua
manusia merasa gembira dan senang karena telah melaksanakan ibadah puasa
sebulan penuh.
Dalam Idul Fitri juga ditandai dengan adanya ”mudik (pulang
kampung)” yang notabene hanya ada di Indonesia. Selain itu, hari raya Idul
Fitri juga kerap ditandai dengan hampir 90% mereka memakai sesuatu yang baru,
mulai dari pakaian baru, sepatu baru, sepeda baru, mobil baru, atau bahkan
istri baru (bagi yang baru menikah).
Maklum saja karena perputaran uang
terbesar ada pada saat Lebaran. Kalau sudah demikian, bagaimana sebenarnya
makna dari Idul Fitri itu sendiri. Apakah Idul Fitri cukup ditandai dengan sesuatu
yang baru, atau dengan mudik untuk bersilaturrahim kepada sanak saudara dan
kerabat?.
Idul Fitri (kembali ke fitrah), ya suatu hari raya yang
dirayakan setelah umat Islam melaksanakan ibadah puasa Ramadhan satu bulan
penuh. Dinamakan Idul Fitri karena manusia pada hari itu laksana seorang bayi
yang baru keluar dari dalam kandungan yang tidak mempunyai dosa dan salah.
Idul Fitri juga diartikan dengan kembali ke fitrah (awal
kejadian). Dalam arti mulai hari itu dan seterusnya, diharapkan kita semua kembali
pada fitrah. Di mana pada awal kejadian, semua manusia dalam keadaan mengakui
bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan. Dalam istilah sekarang ini dikenal
dengan ”Perjanjian Primordial” sebuah perjanjian antara manusia dengan Allah
yang berisi pengakuan ke Tuhan an, sebagaimana yang terekam dalam surah
al-A’raf (7) ayat 172 :
وَإِذْ
أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ
وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا
أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
(Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
“Bukankah Aku ini Tuhan-mu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)”).
Seiring dengan perkembangan itu sendiri, banyak di antara
manusia dalam perjalanan hidupnya yang melupakan Allah serta telah melakukan
dosa dan salah kepada Allah dan kepada sesama manusia. Untuk itu, memahami
kembali makna Idul Fitri (kembali ke fitrah) dengan membangun kembali
pengabdian hanya kepada Allah adalah sebuah keharusan sehingga kita semua dapat
menjadi hamba-hamba muttaqin dan hamba yang tidak mempunyai dosa. Dosa kepada
Allah terhapus dengan jalan bertaubat dan dosa kepada sesama manusia dapat
terhapus dengan silaturrahim.
Cara Menghapus
Dosa Kepada Allah Adalah dengan Taubat
Dosa merupakan catatan keburukan di sisi Allah yang telah
dilakukan oleh setiap manusia karena mereka tidak menjalankan perintah atau
karena mereka melanggar larangan Allah dan RasulNya.
Bulan Ramadhan merupakan bulan khusus yang dikhususkan Allah
untuk Umat Islam. Di bulan ini terdapat maghfirah, rahmah dan itqun minan nar.
Selain itu, bulan Ramadhan juga menjadi sarana umat manusia untuk memohon dan
meminta pengampunan dari Allah dengan jalan melaksanakan ibadah puasa dan
shalat tarawih. Sebagaimana hadis Rasul:
أخرج
البخاري: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلاَمٍ قَالَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
فُضَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ
صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
(Dari
Muhammad bin Salam dari Muhammad bin Faudhail dari Yahya bin Sa’id dari Abi
Salamah dari Abi Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa
yang berpuasa pada bulan ramadhan dengan kepercayaan bahwa perintah puasa itu
dari Allah dan hanya mengharap pahala dari Allah akan diampuni dosanya).
Begitu juga Allah menyediakan Qiyam Ramadhan (Tarawih)
sebagai sarana penghapusan dosa apabila dilakukan karena Allah dan hanya
mengharap pahala dari Allah. Sebagaimana ditegaskan dalam hadis shahih pada
kitab Sunan Abi Dawud
أخرج ابي
داود : حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُتَوَكِّلِ قَالاَ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ قَالَ الْحَسَنُ فِي
حَدِيثِهِ وَمَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ بِعَزِيمَةٍ ثُمَّ
يَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِهِ فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَالْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ ثُمَّ كَانَ اْلأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ فِي خِلاَفَةِ أَبِي
بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَصَدْرًا مِنْ خِلاَفَةِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ
(Dari
al-Hasan bin Ali dan Muhammad bin al-Mutawakkil keduanya dari Abd al-Razaq dari
al-Ma’mar dari al-Hasan dan Malik bin Anas dari al-Zuhri dari Abi Salamah dari
Abi Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW senang melaksanakan Qiyam Ramadhan
(Tarawih) meskipun tidak mewajibkannya. Kemudian bersabda :”Barangsiapa
melaksanakan Qiyam ramadhan (tarawih) karena Allah dan mencari pahala dari
Allah akan diampuni dosanya yang telah lalu. Kemudian Rasulullah wafat, sedang
masalah Qiyam Ramadhan tetap seperti sediakala pada pemerintahan Abu Bakar dan
pada awal pemerintahan Umar bin Khattab).
Dengan rajin dan tekun melaksanakan puasa dan shalat tarawih
dengan tulus mencari ridho dan pahala dari Allah, niscaya dosa dan kesalahan
kita kepada Allah telah terampuni kecuali dosa syirik sehingga kita menjadi
hamba yang bersih dari dosa. Setelah dosa kita diampuni Allah, maka tahapan
selanjutnya adalah membersihkan dosa kita kepada sesama manusia.
Idul Fitri atau kembali ke fitrah akan sempurna tatkala
terhapusnya dosa kita kepada Allah diikuti dengan terhapusnya dosa kita kepada
sesama manusia. Terhapusnya dosa kepada sesama manusia dengan jalan kita
memohon maaf dan memaafkan orang lain.
Nah, dengan momentum Idul Fitri ini kita mari jadikan sebagai
sarana meminta maaf dan memaafkan orang lain dengan bersilaturrahim (menyambung
kasih sayang) baik kepada suami atau istri, kedua orang tua, anak, keluarga,
sanak kerabat, tetangga serta teman dan relasi kita ketika ada kebencian
terhadap mereka. Sebab kasih sayang merupakan lawan dari kebencian. Sehingga
orang yang dalam dirinya ada kebencian pada suami atau istri, orang tua, anak,
keluarga, sanak kerabat, tetangga, teman dan relasi disebut dengan pemutus
kasih sayang (Qathiul Rahim). Orang yang memutuskan kasih sayang (Qathiul
Rahim) dalam hadis shahih dijelaskan bahwa mereka ini tidak akan masuk surga.
Sebagaimana sabda Rasul:
أخرج
البخاري: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ
عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ إِنَّ
جُبَيْرَ بْنَ مُطْعِمٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
(Dari
Yahya bin Bukair dari al-Lais dari Uqail dari Ibn Syihab bahwa Muhammad bin
Jubair bin Muth’im berkata bahwa ia mendengar Nabi SAW bersabda : pemutus
kasih sayang tidak akan masuk surga).
Di
hadis lain juga dijelaskan:
أخرج أحمد:
حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنِي الْخَزْرَجُ يَعْنِي ابْنَ
عُثْمَانَ السَّعْدِيَّ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ يَعْنِي مَوْلَى عُثْمَانَ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ إِنَّ أَعْمَالَ بَنِي آدَمَ تُعْرَضُ كُلَّ خَمِيسٍ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ
فَلاَ يُقْبَلُ عَمَلُ قَاطِعِ رَحِمٍ
(Dari
Yunus bin Muhammad dari al-Khazraj (Ibn Usman al-Sa’diy dari Abi Ayub (Maula
Usman) dari Abi Hurairah berkata : aku mendengar Rasulullah SAW bersabda :
Sungguh perbuatan Bani Adam (manusia) dilaporkan setiap kamis malam jum’at,
maka tidak akan diterima perbuatan (baik) orang yang memutuskan kasih sayang).
Di samping kita meminta maaf dan memberi maaf, kita juga
harus dan wajib sebisa mungkin menjadi pribadi pemaaf. Memberi maaf berbeda
dengan pemaaf. Kalau memberi maaf itu terjadi ketika ada orang yang meminta
maaf, sedang pemaaf adalah orang yang memberi maaf atas kesalahan orang lain
sebelum orang tersebut meminta maaf kepadanya. Hal ini dengan tegas ada dalam
surah Ali-Imran (3) ayat 134 :
الَّذِينَ
يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ
وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
(Penghuni
surga adalah) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Dengan demikian, mari kita jadikan Idul Fitri tahun ini
berbeda dengan Idul Fitri di tahun-tahun sebelumnya karena kita telah memahami
akan makna Idul Fitri. Dengan kita maksimalkan bersilaturahim untuk meminta
maaf, memberi maaf dan menjadi seorang pemaaf. Jangan biarkan kedengkian dan
kebencian merasuk kembali ke jiwa kita yang telah fitri (suci).
Dengan momentum ini pula, saya Muhammad Makmun sebagai mahluk
yang banyak dan penuh dengan kesalahan dan dosa, baik yang saya sengaja atau
tidak, dengan tulus saya memohon maaf lahir batin atas semua kesalahan dan dosa
saya kepada anda semua. Begitu juga sebaliknya, jika ada kesalahan dan dosa
anda semua kepada saya, dengan lapang dada saya memaafkan anda. Dengan harapan,
semoga kita semua menjadi manusia bersih sebagaimana bayi yang baru dilahirkan
dari kandungan yang tak punya salah dan dosa.
من العائدين والفائزين, كل
عام وأنتم بخير
Posting Komentar